care to visit my other blog?

care to visit my other blog?
my studies, thoughts, and ideas in English Language Learning

Sunday, June 24, 2012

Menjaga anak dari pengaruh negatif lingkungan terdekat

Setuju gak bahwa kita gak bisa memilih siapa tetangga kita, atau siapa teman-teman anak kita?
Padahal mungkin gak semua cocok dengan 'gaya' kita, dalam arti, latar belakang pendidikan orang tua, latar belakang budaya dan kebiasaan, sudah pasti menimbulkan 'bentrokan' kecil atau minimal 'friction'.

Contoh sederhana, saya sedang membiasakan anak saya sholat teratur, dengan kegiatan terjadwal. Gak terlalu ketat sih jadwalnya, sangat longgar malah, tetapi tujuannya membiasakan anak saya paham arti waktu dan paham bahwa setiap kegiatan ada waktunya masing2.

Sayangnya anak tetangga saya terdekat, yang paling sering main sama dia, gak punya jadwal seperti ini. Paling minim makan dan mandi aja ada jadwalnya.

Alhasil, saya sesekali harus meminta mereka pulang karena anak saya sudah harus tidur siang, atau harus belajar. Alhamdulillah, anak saya sih gak masalah, gak pernah merengek sama sekali dan menjalankan aturan dengan senang hati. Tapi sangat disayangkan bahwa anak tetangga ini ya dengan jelas-jelas lanjut main ke rumah tetangga lainnya.

Satu contoh lagi, si anak ini juga beberapa kali menggunakan kata-kata yang belum sewajarnya digunakan oleh anak seusianya (6 tahun), seperti 'pacaran' dan 'hamil'.Ooops. Saya super kaget dan langsung menegurnya. Meskipun mungkin ia juga gak paham arti kata-kata tersebut.

Lalu saya curhat pada seorang teman yang sudah 'senior' dan menurut saya ibadah nya baik serta selalu positif pola pikirnya. Dan dengan mengejutkan dia memberi solusi demikian:

Kita tidak mungkin melindungi 100 persen anak kita dari pengaruh lingkungan. Maka cara paling efektif adalah mengubah lingkungan itu sedikit-demi sedikit menjadi lebih baik. Ajarilah anak tetanggamu itu perilaku yang baik. Siapa tahu dia berubah dan bukan tidak mungkin kebaikan itu meluas ke lingkungan yang lebih besar. Kan itu ibadah yang baik sekali untuk kita. 

Masya Allah. Indah sekali konsep sahabat saya itu. Sementara selama ini saya berpikir bahwa orang tua si anak lah bertanggung jawab, bukan urusan saya sama sekali anaknya memperoleh pendidikan seperti apa.

Tapi ini cara berpikir yang sangat berbeda menurut saya. Dan terus terang masih susah saya terima. Lha wong saya mendidik anak sendiri aja dengan segenap enerji dan kasih sayang, masak masih disuruh mendidik anak orang lain.

Tapi argumen sahabat saya itu jelas gak bisa dibantah. Betul gak?
Hmmm sampai saat inipun saya masih pada tahap merenungkan....belum bisa menerapkan....doakan ya teman-teman :)

No comments:

Post a Comment